MENURUT HANEL ORGANISASI KOPERASI
DIGOLONGKAN MENJADI 2
1.Esensialist
Esensialist Pengertian koperasi didefinisikan dengan pengertian hukum.
2.Nominalist
Pengertian Nominalist yang sesuai dengan pendekatan ilmiah modern dalam ekonomi koperasi, koperasi adalah lembaga-lembaga atau organisasi –organisasi yang tanpa memperhatikan bentuk hokum. Menurut pengertian nominalis koperasi didekatkan dengan upaya kelompok –kelompok individu yang bermaksud mewujudkan tujuan –tujuan umum yang kongkrit melalui kegiatan ekonomiyang dilaksanakan secara bersama-sama bagi pemanfaatan bersama, sehingga koperasi merupakan organisasi ekonomi yang otonom yang dimiliki oleh para anggota dan ditugaskan untuk menjang para anggotanya sebagai rekanan/pelanggan dari perusahaan koperasi.
Menurut Ropke adalah :
Identifikasi ciri khusus :
Kumpulan individu yang mempunyai tujuan yang sama
Kelompok usaha untuk perbaikan kondisi sosial ekonomi
Pemanfaatan koperasi secara bersama oleh para anggota
Koperasi bertugas untuk menunjang kebutuhan para anggotanya
Sub sistem
Anggota koperasi
Badan usaha koperasi
Organisasi koperasi
Di indonesia dalam pembentukkan suatu organisasi terdapat beberapa tahap, mulai dari : Rapat anggota, Pengurus, Pengelola dan Pengawas.
Rapat Anggota,
Rapat anggota merupakan suatu wadah untuk anggota mengambil keputusan, dan juga pemegang kekuasaan tertinggi, dengan tugas : Penetapan anggaran dasar, Kebijaksanaan umum, Pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian pengurus, Pembagian SHU, Pengesahan pertanggungjawaban, Penggabungan, pendirian dan peleburan.
Sumber: http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_7809/title_menurut-hanel-organisasi-koperasi-digolongkan/
Senin, 22 November 2010
PRINSIP KOPERASI
PRINSIP-PRINSIP MUNKNER
• Keanggotaan bersifat sukarela
• Keanggotaan terbuka
• Pengembangan anggota
• Identitas sebagai pemilik dan pelanggan
• Manajemen dan pengawasan dilaksanakan scr demokratis
• Koperasi sbg kumpulan orang-orang
• Modal yang berkaitan dg aspek sosial tidak dibagi
• Efisiensi ekonomi dari perusahaan koperasi
• Perkumpulan dengan sukarela
• Kebebasan dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan
• Pendistribusian yang adil dan merata akan hasil-hasil ekonomi
• Pendidikan anggota
PRINSIP ROCHDALE
• Pengawasan secara demokratis
• Keanggotaan yang terbuka
• Bunga atas modal dibatasi
• Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota sebanding dengan jasa masing-masing anggota
• Penjualan sepenuhnya dengan tunai
• Barang-barang yang dijual harus asli dan tidak yang dipalsukan
• Menyelenggarakan pendidikan kepada anggota dengan prinsip-prinsip anggota
• Netral terhadap politik dan agama
PRINSIP RAIFFEISEN
• Swadaya
• Daerah kerja terbatas
• SHU untuk cadangan
• Tanggung jawab anggota tidak terbatas
• Pengurus bekerja atas dasar kesukarelaan
• Usaha hanya kepada anggota
• Keanggotaan atas dasar watak, bukan uang
PRINSIP HERMAN SCHULZE
• Swadaya
• Daerah kerja tak terbatas
• SHU untuk cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota
• Tanggung jawab anggota terbatas
• Pengurus bekerja dengan mendapat imbalan
• Usaha tidak terbatas tidak hanya untuk anggota
PRINSIP ICA
• Keanggotaan koperasi secara terbuka tanpa adanya pembatasan yang dibuat-buat
• Kepemimpinan yang demokratis atas dasar satu orang satu suara
• Modal menerima bunga yang terbatas (bila ada)
• SHU dibagi 3 : cadangan, masyarakat, ke anggota sesuai dengan jasa masing-masing
• Semua koperasi harus melaksanakan pendidikan secara terus menerus
• Gerakan koperasi harus melaksanakan kerjasama yang erat, baik ditingkat regional, nasional maupun internasional
PRINSIP / SENDI KOPERASI MENURUT UU NO. 12/1967
• Sifat keanggotaan sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia
• Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pemimpin demokrasi dalam koperasi
• Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota
• Adanya pembatasan bunga atas modal
• Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya
• Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka
• Swadaya, swakarta dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya pada diri sendiri
PRINSIP KOPERASI
UU NO. 25 / 1992
• Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
• Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
• Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
• Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
• Kemandirian
• Pendidikan perkoperasian
• Kerjasama antar koperasi
• Keanggotaan bersifat sukarela
• Keanggotaan terbuka
• Pengembangan anggota
• Identitas sebagai pemilik dan pelanggan
• Manajemen dan pengawasan dilaksanakan scr demokratis
• Koperasi sbg kumpulan orang-orang
• Modal yang berkaitan dg aspek sosial tidak dibagi
• Efisiensi ekonomi dari perusahaan koperasi
• Perkumpulan dengan sukarela
• Kebebasan dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan
• Pendistribusian yang adil dan merata akan hasil-hasil ekonomi
• Pendidikan anggota
PRINSIP ROCHDALE
• Pengawasan secara demokratis
• Keanggotaan yang terbuka
• Bunga atas modal dibatasi
• Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota sebanding dengan jasa masing-masing anggota
• Penjualan sepenuhnya dengan tunai
• Barang-barang yang dijual harus asli dan tidak yang dipalsukan
• Menyelenggarakan pendidikan kepada anggota dengan prinsip-prinsip anggota
• Netral terhadap politik dan agama
PRINSIP RAIFFEISEN
• Swadaya
• Daerah kerja terbatas
• SHU untuk cadangan
• Tanggung jawab anggota tidak terbatas
• Pengurus bekerja atas dasar kesukarelaan
• Usaha hanya kepada anggota
• Keanggotaan atas dasar watak, bukan uang
PRINSIP HERMAN SCHULZE
• Swadaya
• Daerah kerja tak terbatas
• SHU untuk cadangan dan untuk dibagikan kepada anggota
• Tanggung jawab anggota terbatas
• Pengurus bekerja dengan mendapat imbalan
• Usaha tidak terbatas tidak hanya untuk anggota
PRINSIP ICA
• Keanggotaan koperasi secara terbuka tanpa adanya pembatasan yang dibuat-buat
• Kepemimpinan yang demokratis atas dasar satu orang satu suara
• Modal menerima bunga yang terbatas (bila ada)
• SHU dibagi 3 : cadangan, masyarakat, ke anggota sesuai dengan jasa masing-masing
• Semua koperasi harus melaksanakan pendidikan secara terus menerus
• Gerakan koperasi harus melaksanakan kerjasama yang erat, baik ditingkat regional, nasional maupun internasional
PRINSIP / SENDI KOPERASI MENURUT UU NO. 12/1967
• Sifat keanggotaan sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia
• Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pemimpin demokrasi dalam koperasi
• Pembagian SHU diatur menurut jasa masing-masing anggota
• Adanya pembatasan bunga atas modal
• Mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya
• Usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka
• Swadaya, swakarta dan swasembada sebagai pencerminan prinsip dasar percaya pada diri sendiri
PRINSIP KOPERASI
UU NO. 25 / 1992
• Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
• Pengelolaan dilakukan secara demokrasi
• Pembagian SHU dilakukan secara adil sesuai dengan jasa usaha masing-masing anggota
• Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
• Kemandirian
• Pendidikan perkoperasian
• Kerjasama antar koperasi
Sabtu, 20 November 2010
PENGERTIAN KOPERASI
Beberapa definisi koperasi yang pada dasarnya bermakna kerja sama adalah sebagai berikut:
Definisi ILO
Definisi koperasi yang detail dan berdampak internasional diberikan ILO (International Labour Organization) sebagai berikut:
Cooperative defined as an association of persons usually of limited means, who have voluntarily joined together to achieve a common economic end through the formation of a democratically controlled business organization, making equitable contribution to the capital required and accepting a fair share of the risk and benefits of the undertaking.
Dalam definisi ILO tersebut, terdapat 6 elemen yang dikandung koperasi sebagai berikut:
• Koperasi adalah perkumpulan orang-orang (association of persons)
• Penggabungan orang-orang tersebut berdasar kesukarelaan (voluntarily joined together)
• Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai (to achieve a common economic end)
• Koperasi yang dibentuk adalah suatu organisasi bisnis (badan usaha) yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis (formation of a democratically controlled business organization)
• Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan (making equitable contribution to the capital required)
• Anggota koperasi menerima risiko dan manfaat secara seimbang (accepting a fair share of the risk and benefits of the undertaking)
Definisi Chaniago
Arifinal Chaniago (1984) mendefinisikan koperasi sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
Definisi Dooren
P.J.V Dooren mengatakan bahwa, tidak ada satu pun definisi koperasi yang diterima secara umum (Nasution, M. dan M. Taufiq, 1992). Kendati demikian, Dooren masih tetap memberikan definisi koperasi sebagai berikut:
There is no single definiton (for cooperative) which is generally accepted, but the common principle is that cooperative union is an associaton of member, either personal or corporate, which have voluntarily come together in pursuit of a common economic objective.
Di sini, Dooren sudah memperluas pengertian koperasi, di mana koperasi tidaklah hanya kumpulan orang-orang, akan tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari badan-badan hukum (corporate).
Definisi Hatta
Definisi tersebut sebelumnya agak berbeda dengan apa yang dikemukakan Moh. Hatta. Bapak Koperasi Indonesia ini mendefinisikan koperasi lebih sederhana tapi jelas, padat, dan ada satu visi dan misi yang dikandung koperasi. Beliau mengatakan:
“Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong-menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan ’seorang buat semua dan semua buat seorang’.”
Definisi Munkner
Munkner mendefinisikan koperasi sebagai organisasi tolong-menolong yang menjalankan “urusniaga” secara kumpulan, yang berazaskan konsep tolong-menolong. Aktivitas dalam urusniaga semata-mata bertujuan ekonomi, bukan sosial yang dikandung gotong-royong.
Definisi UU No. 25/1992
Definisi koperasi Indonesia menurut UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian adalah sebagai berikut: Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang berdasarkan atas azas kekeluargaan.
Berdasarkan batasan koperasi ini, koperasi Indonesia mengandung 5 unsur sebagai berikut:
• Koperasi adalah badan usaha (business enterprise)
Sebagai badan usaha, maka koperasi harus memperoleh laba. Laba merupakan elemen kunci dalam suatu sistem usaha bisnis, di mana sistem itu akan gagal bekerja tanpa memperoleh laba.
• Koperasi adalah kumpulan orang-orang dan atau badan-badan hukum koperasi
Ini berarti bahwa, koperasi Indonesia bukan kumpulan modal. Dalam hai ini, UU No. 25 tahun 1992 memberikan jumlah minimal orang-orang (anggota) yang ingin membentuk organisasi koperasi (minimal 20 orang), untuk koperasi primer dan 3 badan hukum koperasi untuk koperasi sekunder. Syarat lain yang harus dipenuhi ialah bahwa anggota-anggota tersebut mempunyai kepentingan ekonomi yang sama.
• Koperasi Indonesia adalah koperasi yang bekerja berdasarkan “prinsip-prinsip koperasi”
Prinsip koperasi pada dasarnya merupakan jati diri koperasi.
• Koperasi Indonesia adalah “gerakan ekonomi rakyat”
Koperasi Indonesia merupakan bagian dari sistem perekonomian nasional. Kegiatan usaha koperasi tidak semata-mata hanya ditujukan kepada anggota, tetapi juga kepada masyarakat umum.
• Koperasi Indonesia “berazaskan kekeluargaan”
Dengan azas ini, keputusan yang berkaitan dengan usaha dan organisasi dilandasi dengan jiwa kekeluargaan. Segala keputusan yang diambil seyogyanya berdasarkan musyawarah dan mufakat. Inti dari azas kekeluargaan yang dimaksud adalah adanya rasa keadilan dan cinta kasih dalam setiap aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan berkoperasi.
Definisi ILO
Definisi koperasi yang detail dan berdampak internasional diberikan ILO (International Labour Organization) sebagai berikut:
Cooperative defined as an association of persons usually of limited means, who have voluntarily joined together to achieve a common economic end through the formation of a democratically controlled business organization, making equitable contribution to the capital required and accepting a fair share of the risk and benefits of the undertaking.
Dalam definisi ILO tersebut, terdapat 6 elemen yang dikandung koperasi sebagai berikut:
• Koperasi adalah perkumpulan orang-orang (association of persons)
• Penggabungan orang-orang tersebut berdasar kesukarelaan (voluntarily joined together)
• Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai (to achieve a common economic end)
• Koperasi yang dibentuk adalah suatu organisasi bisnis (badan usaha) yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis (formation of a democratically controlled business organization)
• Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan (making equitable contribution to the capital required)
• Anggota koperasi menerima risiko dan manfaat secara seimbang (accepting a fair share of the risk and benefits of the undertaking)
Definisi Chaniago
Arifinal Chaniago (1984) mendefinisikan koperasi sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
Definisi Dooren
P.J.V Dooren mengatakan bahwa, tidak ada satu pun definisi koperasi yang diterima secara umum (Nasution, M. dan M. Taufiq, 1992). Kendati demikian, Dooren masih tetap memberikan definisi koperasi sebagai berikut:
There is no single definiton (for cooperative) which is generally accepted, but the common principle is that cooperative union is an associaton of member, either personal or corporate, which have voluntarily come together in pursuit of a common economic objective.
Di sini, Dooren sudah memperluas pengertian koperasi, di mana koperasi tidaklah hanya kumpulan orang-orang, akan tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari badan-badan hukum (corporate).
Definisi Hatta
Definisi tersebut sebelumnya agak berbeda dengan apa yang dikemukakan Moh. Hatta. Bapak Koperasi Indonesia ini mendefinisikan koperasi lebih sederhana tapi jelas, padat, dan ada satu visi dan misi yang dikandung koperasi. Beliau mengatakan:
“Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong-menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan ’seorang buat semua dan semua buat seorang’.”
Definisi Munkner
Munkner mendefinisikan koperasi sebagai organisasi tolong-menolong yang menjalankan “urusniaga” secara kumpulan, yang berazaskan konsep tolong-menolong. Aktivitas dalam urusniaga semata-mata bertujuan ekonomi, bukan sosial yang dikandung gotong-royong.
Definisi UU No. 25/1992
Definisi koperasi Indonesia menurut UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian adalah sebagai berikut: Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang berdasarkan atas azas kekeluargaan.
Berdasarkan batasan koperasi ini, koperasi Indonesia mengandung 5 unsur sebagai berikut:
• Koperasi adalah badan usaha (business enterprise)
Sebagai badan usaha, maka koperasi harus memperoleh laba. Laba merupakan elemen kunci dalam suatu sistem usaha bisnis, di mana sistem itu akan gagal bekerja tanpa memperoleh laba.
• Koperasi adalah kumpulan orang-orang dan atau badan-badan hukum koperasi
Ini berarti bahwa, koperasi Indonesia bukan kumpulan modal. Dalam hai ini, UU No. 25 tahun 1992 memberikan jumlah minimal orang-orang (anggota) yang ingin membentuk organisasi koperasi (minimal 20 orang), untuk koperasi primer dan 3 badan hukum koperasi untuk koperasi sekunder. Syarat lain yang harus dipenuhi ialah bahwa anggota-anggota tersebut mempunyai kepentingan ekonomi yang sama.
• Koperasi Indonesia adalah koperasi yang bekerja berdasarkan “prinsip-prinsip koperasi”
Prinsip koperasi pada dasarnya merupakan jati diri koperasi.
• Koperasi Indonesia adalah “gerakan ekonomi rakyat”
Koperasi Indonesia merupakan bagian dari sistem perekonomian nasional. Kegiatan usaha koperasi tidak semata-mata hanya ditujukan kepada anggota, tetapi juga kepada masyarakat umum.
• Koperasi Indonesia “berazaskan kekeluargaan”
Dengan azas ini, keputusan yang berkaitan dengan usaha dan organisasi dilandasi dengan jiwa kekeluargaan. Segala keputusan yang diambil seyogyanya berdasarkan musyawarah dan mufakat. Inti dari azas kekeluargaan yang dimaksud adalah adanya rasa keadilan dan cinta kasih dalam setiap aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan berkoperasi.
Jumat, 19 November 2010
Membenahi Kinerja Koperasi
Membenahi Kinerja Koperasi
•Oleh Achma Hendra Setiawan
SEJAK dikeluarkannya Inpres 18/1998 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan Koperasi yang disertai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD, masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membangun koperasi tanpa dibatasi wilayah kerjanya.
Atas kenyataan itu, proses terbentuknya koperasi telah mengalami pergeseran, yang sebelumnya dari atas ke bawah (top-down) berubah menjadi dan diarahkan dari bawah ke atas (bottom-up).
Berdasarkan Inpres 18/1998, setiap orang yang memiliki kepentingan ekonomi atau kegiatan ekonomi yang sama bebas mendirikan koperasi menurut basis pengembangannya masing-masing. Sebagai konsekuensinya, jumlah koperasi meningkat pesat. Hanya dalam kurun waktu tiga tahun (1998-2001), jumlah koperasi telah meningkat dua kali lipat. Sampai saat ini terdapat lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi.
Meskipun jumlah koperasi dan anggotanya meningkat secara signifikan, namun secara kumulatif kinerja koperasi belum mampu mengimbangi peningkatan jumlah koperasi dan anggotanya. Kinerja koperasi itu dapat diketahui secara periodik, karena secara yuridis pemerintah menerapkan penilaian klasifikasi dengan peringkat, yakni kelas A (sangat baik), kelas B (baik), kelas C (cukup baik), dan kelas D (kurang baik).
Peningkatan jumlah koperasi sejak dikeluarkannya Inpres 18/1998, ternyata tidak sejalan dengan kinerja usaha koperasi itu sendiri. Akhir-akhir ini, kinerja institusi itu cenderung mengalami penurunan, yang antara lain ditunjukkan baik oleh tingkat profitabilitas yang mencerminkan otonomi dan kemandirian koperasi yang relatif masih redah maupun oleh tingkat efisiensi yang mencerminkan partisipasi ekonomi anggota yang juga masih belum memadai.
Tidak Sehat
Banyak koperasi yang kemudian berubah menjadi tidak sehat, tidak bisa berkembang, atau bahkan tutup. Di Jawa Tengah saja, dari 15.799 unit, jumlah koperasi yang tidak sehat mencapai 13.799 unit.
Koperasi yang tidak sehat itu merupakan koperasi kecil yang modalnya sedikit dan manajemennya kurang baik. Dengan demikian, hanya sekitar 2.000 unit koperasi (12,65 persen) yang masih sehat. Hal itu perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, terutama dalam pembinaan, penataan, dan pelatihan manajemen (Suara Merdeka, 16 Pebruari 2007).
Konsekuensi terburuk dari menurunnya kinerja koperasi adalah terjadinya perubahan status koperasi yang dulunya aktif menjadi koperasi yang tidak aktif. Hal itu disebabkan antara lain oleh karena banyaknya koperasi yang tumbuh tidak berbasis anggota serta lemahnya pendidikan tentang pemahaman dan penerapan nilai-nilai dan prinsip koperasi yang menjadi acuan bagi pertumbuhan, pelaksanaan, dan pengawasan koperasi.
Simpan Pinjam
Pada dasarnya, masih besar harapan untuk tumbuhnya kemandirian koperasi, mengingat perkembangan koperasi di Indonesia justru didominasi oleh koperasi simpan pinjam. Perlu upaya untuk lebih memperluas jaringan usaha koperasi. KSP/USP tidak hanya melayani kebutuhan anggota, namun perlu juga menjangkau kebutuhan nonanggota.
Pada saat ini, koperasi simpan pinjam/ unit simpan pinjam (KSP/USP) menguasai antara 55 sampai 60 persen dari keseluruhan aset koperasi dan populasi koperasi. Posisi KSP/USP dalam pasar keuangan mikro menempati urutan ketiga setelah BRI Unit dan BPR, dengan pangsa pasar sekitar 30 persen. Di Jawa Tengah saat ini terdapat 115 KSP/USP. Jumlah itu merupakan yang terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Timur (127 KSP/USP). Salah satu contoh KSP yang dapat dijadikan model pengembangan adalah KSP Wanita di Jawa Timur.
Efisiensi dalam koperasi sebenarnya mudah sekali dicapai, karena koperasi telah memiliki segmen pasar yang jelas, yakni para anggotanya sendiri (captive market).
Namun kebergantungan kepada captive market itu perlu diwaspadai, apabila membuat koperasi menjadi terpasung usahanya, sehingga tidak dapat berkembang. Koperasi yang tidak dapat berkembang, berarti memiliki kinerja yang buruk.
Oleh sebab itu, perlu upaya untuk lebih memperluas jaringan usaha koperasi. KSP/USP tidak hanya melayani kebutuhan anggota, namun perlu juga menjangkau kebutuhan nonanggota. Meskipun segmentasi pasarnya akan sulit ditembus karena ketatnya persaingan, koperasi simpan pinjam harus mau mencoba dalam rangka membangun koperasi simpan pinjam sebagai pilar kekuatan perkoperasian nasional.
Efisiensi usaha akan lebih terfokus, apabila koperasi merupakan koperasi yang berbentuk tunggal usaha (single purpose) dengan usaha inti (core business) yang layak.
Dengan memiliki core business, usaha koperasi akan terhindar dari persaingan yang keras. Di samping itu, koperasi single purpose juga dapat meningkatkan efisiensi dari aspek biaya transaksi, karena biaya transaksi koperasi dapat ditekan serendah mungkin.
Tidak seperti koperasi serbausaha (multipurpose), koperasi single purpose tidak perlu mengeluarkan biaya untuk lobi, rapat, mencapai kompromi, dan lain-lain.
Singkatnya, efisiensi dalam koperasi berkaitan erat dengan partisipasi ekonomi anggotanya, yakni sejauh mana setiap anggota bersedia melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan usaha koperasi.
Lemahnya manajemen koperasi selama ini, sering menjadi alasan klasik yang menghambat peningkatan kinerja koperasi. Upaya untuk mengatasi masalah managerial skill itu, dapat dilakukan dengan kegiatan peningkatan dan pengembangan kelembagaan, peningkatan dan pengembangan koperasi melalui temu usaha pemberdayaan ekonomi rakyat, temu kemitraan, dan temu konsultasi, serta peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan latihan manajemen koperasi, seperti yang telah dilakukan oleh Bappeda dan Dinas Koperasi.(68)
-- Achma Hendra Setiawan SE MSi, dosen IESP Fakultas Ekonomi Undip Semarang.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0707/12/opi03.htm
•Oleh Achma Hendra Setiawan
SEJAK dikeluarkannya Inpres 18/1998 tentang Peningkatan Pembinaan dan Pengembangan Koperasi yang disertai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD, masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membangun koperasi tanpa dibatasi wilayah kerjanya.
Atas kenyataan itu, proses terbentuknya koperasi telah mengalami pergeseran, yang sebelumnya dari atas ke bawah (top-down) berubah menjadi dan diarahkan dari bawah ke atas (bottom-up).
Berdasarkan Inpres 18/1998, setiap orang yang memiliki kepentingan ekonomi atau kegiatan ekonomi yang sama bebas mendirikan koperasi menurut basis pengembangannya masing-masing. Sebagai konsekuensinya, jumlah koperasi meningkat pesat. Hanya dalam kurun waktu tiga tahun (1998-2001), jumlah koperasi telah meningkat dua kali lipat. Sampai saat ini terdapat lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi.
Meskipun jumlah koperasi dan anggotanya meningkat secara signifikan, namun secara kumulatif kinerja koperasi belum mampu mengimbangi peningkatan jumlah koperasi dan anggotanya. Kinerja koperasi itu dapat diketahui secara periodik, karena secara yuridis pemerintah menerapkan penilaian klasifikasi dengan peringkat, yakni kelas A (sangat baik), kelas B (baik), kelas C (cukup baik), dan kelas D (kurang baik).
Peningkatan jumlah koperasi sejak dikeluarkannya Inpres 18/1998, ternyata tidak sejalan dengan kinerja usaha koperasi itu sendiri. Akhir-akhir ini, kinerja institusi itu cenderung mengalami penurunan, yang antara lain ditunjukkan baik oleh tingkat profitabilitas yang mencerminkan otonomi dan kemandirian koperasi yang relatif masih redah maupun oleh tingkat efisiensi yang mencerminkan partisipasi ekonomi anggota yang juga masih belum memadai.
Tidak Sehat
Banyak koperasi yang kemudian berubah menjadi tidak sehat, tidak bisa berkembang, atau bahkan tutup. Di Jawa Tengah saja, dari 15.799 unit, jumlah koperasi yang tidak sehat mencapai 13.799 unit.
Koperasi yang tidak sehat itu merupakan koperasi kecil yang modalnya sedikit dan manajemennya kurang baik. Dengan demikian, hanya sekitar 2.000 unit koperasi (12,65 persen) yang masih sehat. Hal itu perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, terutama dalam pembinaan, penataan, dan pelatihan manajemen (Suara Merdeka, 16 Pebruari 2007).
Konsekuensi terburuk dari menurunnya kinerja koperasi adalah terjadinya perubahan status koperasi yang dulunya aktif menjadi koperasi yang tidak aktif. Hal itu disebabkan antara lain oleh karena banyaknya koperasi yang tumbuh tidak berbasis anggota serta lemahnya pendidikan tentang pemahaman dan penerapan nilai-nilai dan prinsip koperasi yang menjadi acuan bagi pertumbuhan, pelaksanaan, dan pengawasan koperasi.
Simpan Pinjam
Pada dasarnya, masih besar harapan untuk tumbuhnya kemandirian koperasi, mengingat perkembangan koperasi di Indonesia justru didominasi oleh koperasi simpan pinjam. Perlu upaya untuk lebih memperluas jaringan usaha koperasi. KSP/USP tidak hanya melayani kebutuhan anggota, namun perlu juga menjangkau kebutuhan nonanggota.
Pada saat ini, koperasi simpan pinjam/ unit simpan pinjam (KSP/USP) menguasai antara 55 sampai 60 persen dari keseluruhan aset koperasi dan populasi koperasi. Posisi KSP/USP dalam pasar keuangan mikro menempati urutan ketiga setelah BRI Unit dan BPR, dengan pangsa pasar sekitar 30 persen. Di Jawa Tengah saat ini terdapat 115 KSP/USP. Jumlah itu merupakan yang terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Timur (127 KSP/USP). Salah satu contoh KSP yang dapat dijadikan model pengembangan adalah KSP Wanita di Jawa Timur.
Efisiensi dalam koperasi sebenarnya mudah sekali dicapai, karena koperasi telah memiliki segmen pasar yang jelas, yakni para anggotanya sendiri (captive market).
Namun kebergantungan kepada captive market itu perlu diwaspadai, apabila membuat koperasi menjadi terpasung usahanya, sehingga tidak dapat berkembang. Koperasi yang tidak dapat berkembang, berarti memiliki kinerja yang buruk.
Oleh sebab itu, perlu upaya untuk lebih memperluas jaringan usaha koperasi. KSP/USP tidak hanya melayani kebutuhan anggota, namun perlu juga menjangkau kebutuhan nonanggota. Meskipun segmentasi pasarnya akan sulit ditembus karena ketatnya persaingan, koperasi simpan pinjam harus mau mencoba dalam rangka membangun koperasi simpan pinjam sebagai pilar kekuatan perkoperasian nasional.
Efisiensi usaha akan lebih terfokus, apabila koperasi merupakan koperasi yang berbentuk tunggal usaha (single purpose) dengan usaha inti (core business) yang layak.
Dengan memiliki core business, usaha koperasi akan terhindar dari persaingan yang keras. Di samping itu, koperasi single purpose juga dapat meningkatkan efisiensi dari aspek biaya transaksi, karena biaya transaksi koperasi dapat ditekan serendah mungkin.
Tidak seperti koperasi serbausaha (multipurpose), koperasi single purpose tidak perlu mengeluarkan biaya untuk lobi, rapat, mencapai kompromi, dan lain-lain.
Singkatnya, efisiensi dalam koperasi berkaitan erat dengan partisipasi ekonomi anggotanya, yakni sejauh mana setiap anggota bersedia melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan usaha koperasi.
Lemahnya manajemen koperasi selama ini, sering menjadi alasan klasik yang menghambat peningkatan kinerja koperasi. Upaya untuk mengatasi masalah managerial skill itu, dapat dilakukan dengan kegiatan peningkatan dan pengembangan kelembagaan, peningkatan dan pengembangan koperasi melalui temu usaha pemberdayaan ekonomi rakyat, temu kemitraan, dan temu konsultasi, serta peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan latihan manajemen koperasi, seperti yang telah dilakukan oleh Bappeda dan Dinas Koperasi.(68)
-- Achma Hendra Setiawan SE MSi, dosen IESP Fakultas Ekonomi Undip Semarang.
http://www.suaramerdeka.com/harian/0707/12/opi03.htm
Selasa, 09 November 2010
MASALAH PADA KOPERASI DAN CARA PENYELESAIANNYA
Masalahnya banyak dan cara menyelesaikannya pun sesuai dengan pangkal masalah.
Identifikasi masalah, biasanya koperasi menghadapi masalah sebagai berikut:
1. Keaktifan anggota ?
2. Pengelolaan yang tidak baik ?
3. Daya saing yang rendah?
4. Akses pendanaan?
5. masih banyak lagi!
Penyelesaiannya adalah:
1. Rapat anggota untuk membahas keberlangsungan koperasi, buat apa cape-cape bikin koperasi tapi anggotanya tidak aktif, seperti aktif membayar simpanan, baik simpanan pokok maupun simpanan lainnya yang disepakati,
2. Pengelola harus mendapat pembinaan baik internal maupun eksternal, tanpa pembinaan sepertinya sulit untuk mengembangkan koperasi. Pengelolaan koperasi tidak sederhana yang dibayangkan tapi tidaklah sulit untuk dipelajari.
3. Untuk meningkatkan daya saing koperasi dapat dilakukan dengan perbaikan managemen koperasinya. Cari pengelola yang ahli di bidangnya. perbaiki seluruh komponen sumberdayanya,dll
4. Dengan kinerja koperasi yang baik maka akan mudah memperoleh akses pendanaan. baik dari internal anggota maupun pihak lain yang terkait. cari informasi di situs Menkop dan pemberdayaan UKM dan jajarannya, dll
5. Anda masih sanggup membaca jawabannya? buatlah pertanyaan yang lebih spesifik untuk masalah ini.
Identifikasi masalah, biasanya koperasi menghadapi masalah sebagai berikut:
1. Keaktifan anggota ?
2. Pengelolaan yang tidak baik ?
3. Daya saing yang rendah?
4. Akses pendanaan?
5. masih banyak lagi!
Penyelesaiannya adalah:
1. Rapat anggota untuk membahas keberlangsungan koperasi, buat apa cape-cape bikin koperasi tapi anggotanya tidak aktif, seperti aktif membayar simpanan, baik simpanan pokok maupun simpanan lainnya yang disepakati,
2. Pengelola harus mendapat pembinaan baik internal maupun eksternal, tanpa pembinaan sepertinya sulit untuk mengembangkan koperasi. Pengelolaan koperasi tidak sederhana yang dibayangkan tapi tidaklah sulit untuk dipelajari.
3. Untuk meningkatkan daya saing koperasi dapat dilakukan dengan perbaikan managemen koperasinya. Cari pengelola yang ahli di bidangnya. perbaiki seluruh komponen sumberdayanya,dll
4. Dengan kinerja koperasi yang baik maka akan mudah memperoleh akses pendanaan. baik dari internal anggota maupun pihak lain yang terkait. cari informasi di situs Menkop dan pemberdayaan UKM dan jajarannya, dll
5. Anda masih sanggup membaca jawabannya? buatlah pertanyaan yang lebih spesifik untuk masalah ini.
BENTUK EKSISTENSI KOPERASI BAGI MASYARAKAT
Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan.
Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.
Namun diantara peran dan manfaat koperasi diatas, ternyata lebih banyak lagi koperasi, terutama KUD, yang tidak mendapatkan apresiasi dari masyarakat karena berbagai faktor. Faktor utamanya adalah ketidak mampuan koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat. Kondisi ini telah menjadi sumber citra buruk koperasi secara keseluruhan.
Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan layanan usaha koperasi. Alasan utama kebutuhkan tersebut adalah dasar pemikiran ekonomi dalam konsep pendirian koperasi, seperti untuk meningkatkan kekuatan penawaran (bargaining positition), peningkatan skala usaha bersama, pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan lanjutan (pengolahan, pemasaran, dan sebagainya) dari kegiatan anggota. Alasan lain adalah karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha tertentu (yang tidak berkaitan dengan usaha anggota) atau karena memanfaatkan fasilitas yang disediakan pihak lain (pemerintah) yang mensyaratkan kelembagaan koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi yang telah dilakukan selama ini. Namun alasan lain yang sebenarnya juga sangat potensial sebagai sumber perkembangan koperasi, seperti alasan untuk memperjuangkan semangat kerakyatan, demokratisasi, atau alasan sosial politik lain, tampaknya belum menjadi faktor yang dominan.
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan.
Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.
Namun diantara peran dan manfaat koperasi diatas, ternyata lebih banyak lagi koperasi, terutama KUD, yang tidak mendapatkan apresiasi dari masyarakat karena berbagai faktor. Faktor utamanya adalah ketidak mampuan koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat. Kondisi ini telah menjadi sumber citra buruk koperasi secara keseluruhan.
Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan layanan usaha koperasi. Alasan utama kebutuhkan tersebut adalah dasar pemikiran ekonomi dalam konsep pendirian koperasi, seperti untuk meningkatkan kekuatan penawaran (bargaining positition), peningkatan skala usaha bersama, pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan lanjutan (pengolahan, pemasaran, dan sebagainya) dari kegiatan anggota. Alasan lain adalah karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha tertentu (yang tidak berkaitan dengan usaha anggota) atau karena memanfaatkan fasilitas yang disediakan pihak lain (pemerintah) yang mensyaratkan kelembagaan koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi yang telah dilakukan selama ini. Namun alasan lain yang sebenarnya juga sangat potensial sebagai sumber perkembangan koperasi, seperti alasan untuk memperjuangkan semangat kerakyatan, demokratisasi, atau alasan sosial politik lain, tampaknya belum menjadi faktor yang dominan.
KOPERASI: Sokoguru Ekonomi Indonesia?
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Sementara itu dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum diamandemen) kata KOPERASI ini disebut dan dicantumkan dalam penjelasan pasal 33. Namun setelah amandemen, penjelasan atas pasal-pasal dari UUD 1945 dimasukkan dalam batang tubuh. Entah sengaja atau karena khilaf, ternyata kata KOPERASI ini tidak ikut masuk. Alias ketinggalan atau malah ditinggalkan?
Nampaknya para penyusun UU No. 22 Tahun 1992 itu (Presiden dan DPR) sudah lupa bahwa para founding father kita bercita-cita untuk menjadikan KOPERASI sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. KOPERASI dianggap sebagai badan usaha yang terlalu banyak merepoti pemerintah. Karena banyak kredit program yang diterima KOPERASI (utamanya KUD) raib diselewengkan pengelolanya.
Namun kenyataan di lapangan, berbicara lain. Saat Indonesia mengalami krisis berkepanjangan, justru eksistensi KOPERASI nampak nyata. Saat hampir semua bank-bank besar macam BCA, Bank Lippo (bank swasta) , maupun bank pemerintah: Bank Bumi Daya, Bank Bapindo dan Bank Dagang Negara (yang kemudian ketiga bank terakhir dilebur menjadi Bank Mandiri) dan banyak bank lain pada colaps, KOPERASI masih bisa menjadi tumpuan anggota dan masyarakatnya dalam hal melayani keperluan modal.
Tak bisa dibayangkan, manakala saat itu, selain bank, KOPERASI juga ikut colaps, pasti akan semakin banyak jumlah angkatan kerja yang mengalami PHK.
Meskipun demikian, sampai sekarang, di mata perbankan, posisi tawar KOPERASI masih dipandang sebelah mata. Untuk bisa memperoleh kredit, di banyak bank, perlu KOPERASI melengkapi banyak persyaratan yang sering merepotkan. Memang banyak KOPERASI yang nakal. Tapi masih lebih banyak KOPERASI yang baik.
KOPERASI dan koperasi, dalam praktek, ada bedanya. KOPERASI (yang sejati) dibentuk dari, oleh dan untuk memenuhi kebutuhan anggota. Sementara koperasi dibentuk seorang seorang pemodal yang ingin memutar uangnya di koperasi. Hal ini dimungkinkan, karena untuk membentuk koperasi, pasca reformasi, sangatlah mudah.
Dulu, badan hukum KOPERASI harus disahkan oleh Kantor Wilayah Koperasi Propinsi Jawa Timur, selaku wakil dari Pemerintah. Sekarang, cukup disahkan oleh Dinas Koperasi Kabupaten/Kota saja.
Sejatinya KOPERASI dibentuk demi untuk kesejahteraan anggotanya. Sementara koperasi dibentuk demi keuntungan pemodal semata. Ibaratnya PT berbaju koperasi. Bahkan, tak jarang, mereka (para pemodal) itu rela membeli badan hukum KOPERASI yang sudah tidak aktif lagi dengan nilai tak kurang dari puluhan juta rupiah.
Jadi, ketika UUD 1945 sudah menganggap tidak perlu untuk mencantumkan lagi kata KOPERASI, ketika perbankan masih memandang KOPERASI dengan sebelah mata, ketika banyak PT yang beroperasi dengan kedok koperasi, MASIHKAH KOPERASI DIANGGAP SEBAGAI SOKOGURU PEREKONOMIAN INDONESIA?
Sementara itu dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum diamandemen) kata KOPERASI ini disebut dan dicantumkan dalam penjelasan pasal 33. Namun setelah amandemen, penjelasan atas pasal-pasal dari UUD 1945 dimasukkan dalam batang tubuh. Entah sengaja atau karena khilaf, ternyata kata KOPERASI ini tidak ikut masuk. Alias ketinggalan atau malah ditinggalkan?
Nampaknya para penyusun UU No. 22 Tahun 1992 itu (Presiden dan DPR) sudah lupa bahwa para founding father kita bercita-cita untuk menjadikan KOPERASI sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. KOPERASI dianggap sebagai badan usaha yang terlalu banyak merepoti pemerintah. Karena banyak kredit program yang diterima KOPERASI (utamanya KUD) raib diselewengkan pengelolanya.
Namun kenyataan di lapangan, berbicara lain. Saat Indonesia mengalami krisis berkepanjangan, justru eksistensi KOPERASI nampak nyata. Saat hampir semua bank-bank besar macam BCA, Bank Lippo (bank swasta) , maupun bank pemerintah: Bank Bumi Daya, Bank Bapindo dan Bank Dagang Negara (yang kemudian ketiga bank terakhir dilebur menjadi Bank Mandiri) dan banyak bank lain pada colaps, KOPERASI masih bisa menjadi tumpuan anggota dan masyarakatnya dalam hal melayani keperluan modal.
Tak bisa dibayangkan, manakala saat itu, selain bank, KOPERASI juga ikut colaps, pasti akan semakin banyak jumlah angkatan kerja yang mengalami PHK.
Meskipun demikian, sampai sekarang, di mata perbankan, posisi tawar KOPERASI masih dipandang sebelah mata. Untuk bisa memperoleh kredit, di banyak bank, perlu KOPERASI melengkapi banyak persyaratan yang sering merepotkan. Memang banyak KOPERASI yang nakal. Tapi masih lebih banyak KOPERASI yang baik.
KOPERASI dan koperasi, dalam praktek, ada bedanya. KOPERASI (yang sejati) dibentuk dari, oleh dan untuk memenuhi kebutuhan anggota. Sementara koperasi dibentuk seorang seorang pemodal yang ingin memutar uangnya di koperasi. Hal ini dimungkinkan, karena untuk membentuk koperasi, pasca reformasi, sangatlah mudah.
Dulu, badan hukum KOPERASI harus disahkan oleh Kantor Wilayah Koperasi Propinsi Jawa Timur, selaku wakil dari Pemerintah. Sekarang, cukup disahkan oleh Dinas Koperasi Kabupaten/Kota saja.
Sejatinya KOPERASI dibentuk demi untuk kesejahteraan anggotanya. Sementara koperasi dibentuk demi keuntungan pemodal semata. Ibaratnya PT berbaju koperasi. Bahkan, tak jarang, mereka (para pemodal) itu rela membeli badan hukum KOPERASI yang sudah tidak aktif lagi dengan nilai tak kurang dari puluhan juta rupiah.
Jadi, ketika UUD 1945 sudah menganggap tidak perlu untuk mencantumkan lagi kata KOPERASI, ketika perbankan masih memandang KOPERASI dengan sebelah mata, ketika banyak PT yang beroperasi dengan kedok koperasi, MASIHKAH KOPERASI DIANGGAP SEBAGAI SOKOGURU PEREKONOMIAN INDONESIA?
Langganan:
Postingan (Atom)